Pemberian Layanan Kesehatan Bagi Pasien Gagal Jantung Kronis di Masa Pandemi Covid-19

Pemberian Layanan Kesehatan Bagi Pasien Gagal Jantung Kronis  di Masa Pandemi Covid-19

Oleh: dr. Susetyo Atmojo, Sp.JP

 

Pada saat ini dunia termasuk Indonesia tengah menghadapi pandemi penyakit COVID-19 (coronavirus disease 2019) yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini memiliki manifestasi klinis utama pada organ pernapasan tetapi dapat pula menyerang organ-organ lainnya seperti jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) baik secara langsung maupun melalui mekanisme peradangan sistemik hebat yang dikenal dengan cytokine storm syndrome.

Pasien yang memiliki penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk gagal jantung kronis, berisiko mengalami infeksi dan komplikasi yang parah dari covid-19. Gagal jantung merupakan suatu kondisi terdapatnya kelainan pada struktur dan atau fungsi jantung yang berakibat jantung tidak mampu secara adekuat memompa darah (yang mengandung oksigen dan nutrisi) untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau terdapatnya kekakuan pada fase pengisian darah balik pada jantung sehingga timbul keadaan peningkatan tekanan pengisian pada bilik (ventrikel) kiri jantung yang mengakibatkan timbulnya tanda dan gejala dari gagal jantung. Gejala dan tanda akibat gagal jantung umumnya berupa sesak napas, mudah lelah atau penurunan kemampuan fisik dalam beraktivitas, serta penumpukan cairan pada tubuh yang dapat mengakibatkan pembengkakan pada anggota tubuh.

Dalam menegakkan adanya kondisi gagal jantung pada seseorang, dokter akan menanyakan dan menggali serangkaian informasi (anamnesis) tentang keberadaan gejala gagal jantung, mencari adanya faktor risiko gagal jantung dan riwayat serangan jantung maupun penyakit jantung spesifik lain yang telah terdapat sebelumnya sebagai penyebab kondisi gagal jantung pada saat ini. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan fisik yang detail dan teliti untuk menemukan apakah terdapat tanda-tanda gagal jantung. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan pada dada untuk mendengarkan suara jantung dan adanya penumpukan cairan pada paru-paru akibat kondisi gagal jantung. Selain itu, dokter juga dapat menggunakan modalitas pemeriksaan lain untuk mendapatkan informasi dan diagnosis yang akurat tentang keberadaan dan penyebab gagal jantung pada seseorang. Diantara beberapa modalitas pemeriksaan tambahan yang sering digunakan diantaranya rekaman aktivitas listrik jantung (elektrokardiografi), foto rontgen dada, pemeriksaan darah seperti NT-proBNP dan pemeriksaan darah lain untuk mencari faktor risiko metabolik dari gagal jantung, ultrasonografi jantung (ekokardiografi), dan beberapa pemeriksaan spesifik lain seperti kateterisasi jantung maupun pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI) jantung.

Sebagai masyarakat yang mawas kesehatan, kita perlu mengetahui kondisi jantung yang mendasari sebagai penyebab gagal jantung serta faktor-faktor risiko gagal jantung. Pada masyarakat kita beberapa penyebab gagal jantung yang tersering adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung hipertensi, penyakit jantung katup, penyakit jantung bawaan, penyakit jantung infeksi/peradangan, kelainan irama jantung dan beberapa penyebab lainnya. Untuk faktor-faktor risiko yang diketahui dapat menyebabkan gagal jantung diantaranya hipertensi, diabetes, hiperkolesterol, kegemukan/obesitas, merokok, kurang berolah raga, riwayat sakit jantung pada anggota keluarga, dan beberapa faktor risiko tambahan lainnya. Mengenal ifaktor-faktor risiko ini sangat penting untuk mencegah timbulnya gagal jantung di kemudian hari.

Penanganan gagal jantung sendiri dapat diberikan melalui pemberian obat-obatan untuk memperbaiki luaran klinis pasien gagal jantung. Pada saat ini telah terdapat banyak obat-obatan baru di bidang gagal jantung yang sangat membantu memperbaiki luaran klinis pasien. Pada beberapa pasien gagal jantung dapat dilakukan pemasangan alat/device untuk memperbaiki sinkronisasi otot jantung serta dapat juga dilakukan implantasi perangkat bantuan ventrikel kiri (Left Ventricular Assist Device) jika terdapat indikasi pemasangan. Selain itu yang juga tidak kalah pentingnya yakni mengatasi penyebab spesifik gagal jantung dan mengeliminasi atau mengendalikan faktor risiko gagal jantung yang terdapat pada pasien. Sebagai contoh pada pasien gagal jantung yang disebabkan karena penyakit jantung koroner dan diabetes, maka selain diberikan obat-obatan untuk mengatasi gagal jantung juga dilakukan upaya untuk mengontrol kadar gula darah serta mengatasi kondisi gangguan aliran darah koroner misalnya dengan pemasangan ring/stent pada pembuluh darah koroner jantung sehingga penanganan gagal jantung selalu diupayakan secara menyeluruh.

 

Upaya Pemberian Layanan Kesehatan yang Aman Bagi Pasien Gagal Jantung Kronis di Masa Pandemi

Dokter dan rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan berupaya maksimal untuk memberikan layanan kesehatan yang aman bagi pasien gagal jantung yang merupakan kelompok berisiko di masa pandemi ini. Hal ini penting dilakukan karena gagal jantung kronis merupakan suatu kondisi yang memerlukan pengobatan rutin dan selalu termonitor untuk mencegah kekambuhan keluhan. Berbagai upaya yang dilakukan, termasuk oleh Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK), dalam hal ini diantaranya pemberian layanan kesehatan melalui metode telemedicine maupun mengatur pelaksanaan layanan kesehatan di rumah sakit pada era new normal bagi pasien gagal jantung dengan mengikuti protokol kesehatan yang akan melindungi pasien tertular Covid-19.

 

Penerapan Telemedicine Bagi Pasien Gagal Jantung Kronis di PJNHK

Telemedicine adalah metode pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh dokter dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan dan evaluasi penyakit untuk kepentingan pasien. Layanan konsultasi kesehatan online (poliklinik online) merupakan bentuk nyata dari penerapan telemedicine di PJNHK bagi pasien gagal jantung. Pasien gagal jantung kronis yang berdomisili jauh dari rumah sakit, berkebutuhan untuk berkonsultasi dan kontrol terkait kondisi dan pengobatan, serta pasien lanjut usia merupakan kelompok yang paling mendapat manfaat dari metode ini. Beberapa contoh kondisi pada pasien gagal jantung kronis yang bisa mengakses pendekatan telemedicine diantaranya pasien yang mengalami kenaikan berat badan yang signifikan, mengalami keluhan awal eksaserbasi/kekambuhan gagal jantung seperti sesak napas maupun pembengkakan pada tungkai, kurangnya respon buang air kecil (diuresis) terhadap terapi gagal jantung yang telah diberikan sebelumnya, dan kepentingan follow-up lanjutan hasil pengukuran tekanan darah, kadar gula dan kolesterol darah, maupun hasil pemeriksaan laboratorium lainnya dimana diketahui hipertensi, diabetes dan hiperkolesterol merupakan faktor risiko utama gagal jantung yang perlu selalu dimonitor. Bagaimanapun juga deteksi dini dari perubahan kondisi pada pasien gagal jantung kronis harus segera dikonsultasikan serta fase awal kekambuhan dari gagal jantung tentu saja lebih mudah ditangani daripada jika dibiarkan lebih lanjut tanpa mendapatkan saran dan pengobatan tambahan dari dokter.