Mengenal Uji Latih Jantung dan Pelaksanaannya Dalam Pandemi COVID-19

Mengenal Uji Latih Jantung dan Pelaksanaannya Dalam Pandemi COVID-19

 

Penulis: dr. M. Adhitya Nagara

Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia (global threat) dan merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Sedangkan sebagai perbandingan, HIV / AIDS, malaria dan TBC secara keseluruhan membunuh 3 juta populasi dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung.5

Uji latih jantung sangat penting dalam penggunaan klinis dan juga dalam mempelajari fisiologi jantung, paru, pembuluh darah, otot, tulang, dan lain-lain. Walaupun dengan perkembangan teknologi kedokteran yang sangat pesat, uji latih jantung tetap masih menjadi modalitas pemeriksaan yang penting dan sering digunakan karena ketersediaan, kemudahan, keamanan dan biaya pemeriksaan yang relatif murah.1 Uji latih jantung biasanya dilakukan enggunakan protokol latihan dengan treadmill atau sepeda. Dengan uji latih jantung, kita dapat menentukan kapasitas fungsional pasien, menilai kemungkinan penyakit jantung koroner (PJK), dan juga menilai risiko, prognosis, dan efek terapi.2 Walaupun demikian, perlu diingat bahwa uji latih jantung memiliki keterbatasan keakuratan, tidak dapat dilakukan pada semua orang atau pasien, serta memerlukan kerjasama, dan kemampuan pasien untuk menjalaninya.1

Kapan pasien perlu melakukan uji latih jantung? Pada umumnya ada beberapa indikasi pemeriksaan uji latih jantung, di antaranya:

deteksi PJK dengan gejala atau tanda ke arah PJK,

mengevaluasi tingkat beratnya PJK,

prediksi prognosis atau stratifikasi risiko untuk kejadian kardiovaskular atau kematian

mengukur kapasitas fisik,

mengevaluasi keluhan-keluhan yang berhubungan dengan aktivitas fisik atau latihan fisik

evaluasi terapi atau intervensi,

melihat kemungkinan kemunculan aritmia atau evaluasi terapi aritmia.1

Selain itu juga, pasien harus mengerti secara baik mengenai tujuan pemeriksaan, mereka juga harus tau risiko, alternatif, dan tata cara pemeriksaan, baik gejala dan keluhan untuk menghentikan ULJ, dan kapan laporan hasil pemeriksaan akan disampaikan. Informed consent harus sudah didapatkan sebelum pemeriksaan. Adapun beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh pasien sebelum dilakukan pemeriksaan, seperti istirahat yang cukup malam sebelumnya, menghindari stres emosional dan fisik pada hari pemeriksaan, tidak makan berat, minum alkohol, minum kopi, merokok 2 jam sebelum pemeriksaan, dan mengenakan pakaian dan alas kaki yang nyaman sehingga dapat bergerak secara leluasa saat ULJ.1

Apa hasil yang dapat diharapkan oleh pasien setelah dilakukan pemeriksaan ULJ? Sebelum itu, pasien harus mengetahui hasil pemeriksaan yang dianggap normal, yaitu ketika tekanan darah pasien meningkat secara proporsional dengan tingkat latihan dan tidak ada perubahan EKG yang mengarah ke iskemia/aritmia. Adapun stratifikasi risiko dan prognosis menggunakan kriteria Duke treadmill score (DTS), di mana pasien dikategorikan menjadi risiko rendah, sedang, dan tinggi sesuai dengan hasil ULJ. Sistem skoring ini memprediksi tingkat kematian dalam 5 tahun, di mana risiko rendah memiliki survival rate 97%, sedang 90%, dan tinggi 65%. Pasien dengan hasil risiko sedang dan berat pada umumnya harus dirujuk untuk dilakukan stratifikasi risiko lebih lanjut menggunakan modalitas imaging.2

Di era pandemi COVID-19, uji latih jantung berhubungan erat dengan potensi penularan COVID-19 melalui keringat, napas yang dalam/berat, dan kontak erat antara pasien dan staf. Ditambah lagi, teknik imaging ekokardiografi sebagai penambah dalam uji latih jantung memerlukan kontak fisik yang erat.3

Dengan risiko-risiko ini, lalu bagaimana kita sebagai tenaga kesehatan dan pasien dapat menjalani prosedur uji latih jantung dengan aman? Ada beberapa prinsip yang harus dipegang dalam melakukan uji latih jantung saat pandemi COVID-19, beberapa di antaranya: menunda uji latih jantung yang tidak mendesak; lakukan uji latih jantung di mana hasilnya dapat memengaruhi atau mengubah tatalaksana, atau membantu diagnosis; screening semua pasien mengenai faktor risiko COVID-19; pengukuran suhu; penegakan protokol kesehatan baik untuk pasien atau tenaga kesehatan, termasuk kebersihan tangan, etika batuk, dan penggunaan APD; tenaga kesehatan wajib menggunakan masker bedah; pembersihan semua peralatan medis setelah penggunaan.4

Pada kesimpulannya, uji latih jantung tetap merupakan salah satu modalitas pilihan untuk mendiagnosis kemungkinan PJK yang mudah dilakukan di banyak fasilitas kesehatan, baik di kota besar maupun di daerah. Namun mengingat pandemi COVID-19 yang masih belum juga reda, pemeriksaan ULJ harus dilakukan dengan penuh hati-hati dan mematuhi protokol kesehatan, karena bisa menjadi pusat penularan COVID-19.

 

Referensi:

Radi, Basuni. 2017. Uji Latih Jantung dalam Buku Ajar Kardiovaskular jilid 1. Jakarta: Sagung Seto.

Vilcant, Viliane dan Roman Zeltser. 2020. Treadmill stress testing. National Center for Biotechnology Information.

Korenda, Kathleen, dan Matthew Parker. 2020. Guideline for cardiovascular stress testing during COVID-19 pandemic.

Ryan, Mark. 2020. Stress testing during COVID-19.

Firdaus, Isman. 2019. Hari Jantung Sedunia (World Heart Day): Your Heart is Our Heart Too.