Mengenal Hipertensi Pulmonal

Mengenal Hipertensi Pulmonal

Penulis : dr. Ferdinand Wahyudi

Hipertensi pulmonal adalah peningkatan rerata tekanan arteri paru (Pulmonary Arterial Pressure) lebih besar atau sama dengan 25 mmHg saat istirahat yang dinilai dengan prosedur kateterisasi jantung kanan.1Berdasarkan data yang dihimpun YHPI (Yayasan Hipertensi Paru Indonesia) selama beberapa tahun terakhir, prevalensi Hipertensi Paru didunia adalah 1 pasien per 10.000 penduduk, artinya diperkirakan terdapat 25 ribu pasien Hipertensi Paru di Indonesia.2 WHO ( World Health Organization) mengelompokkan hipertensi pulmonal menjadi lima kelompok berdasarkan mekanisme dasar penyebabnya, yaitu: Pulmonary Arterial Hypertension, Pulmonary Hypertension due to left heart disease, pumlonary hypertension due to lung diseases, chronic thromboembolic pumonary hypertension (CTEPH), pulmonary hypertension with unclear multifactorial mechanisms.1

Sistem vaskularisasi paru memiliki tahananan yang rendah dan compliance yang tinggi pada sirkulasi paru ini didukung oleh tiga faktor penting, yaitu arteri pilmonar memiliki dinding yang tipis dan lentur dengan tonus otot yang rendah, kontrol vasomotor yang minimal pada saat istirahat, dan jumlah arteriol dan kapiler yang sangat banyak sehingga menyediakan area cross sectional yang sangat besar. Penyebab utama terjadinya peningkatan resistensi vaskular paru adalah berkurangnya area luminal cross sectional akibat remodeling vaskular yang disebabkan oleh proliferasi sel yang berlebihan dan penurunan apoptosis. Vasokontriksi yang berlebihan memiliki peranan yang bermakna pada 20% pasien.1

Mortalitas pada pasien dengan hipertensi paru berat terjadi akibat gagal jantung ventrikel kanan. Gagal jantung kanan terjadi akibat pressure overloadventrikel kanan yang kronik, dimana terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen sehingga dapat terjadi iskemia ventrikel kanan. Berdasarkan studi pada binatang, selain faktor pressure overload, faktor lain seperti sick lung ciculation berperan dalam terjadinya disfungsi ventrikel kanan. Diagnosis noninvasif, terutama ekokardiografi, dan MRI kardiak akan memberikan penilaian yang lebih lengkap mengenai perubahan strukrur dan fungsi dari ventrikel kanan. Perubahan pada longitudinal shortening dari RV (tricuspid annular plane systolic excursion) merupakan parameter standar untuk menilai fungsi ventrikel kanan. perubahan pada morfologi ventrikel kanan yang lain seperti pengingkatan volume ventrikel kanan dan gangguan pengisian ventrikel kiri yang dinilai dengan MRI kardiak merupakan prediktor yang kuat terjadinya mortalitas dan kegagalan terapi. Penilaian deformasi longitudinal RV free wall dan kecepatan perubahan dengan menggunakan specle-tracking strain ekokardiografi dapat digunakan untuk mengidentifikasi derajat keparahan dari hipertensi pulmonal. Perubahan strain ventrikel kanan mempunyai korelasi yang bermakna dengan kelas fungsional dan memprediksi mortalitas.1

Gejala awal hipertensi pulmonal yang paling sering terjadi adalah dispnea yang terjadi pada saat aktivitas dan penurunan toleransi olahraga, nyeri dada, fatigue dan pusing. Manifestasi dari penyakit yang sudah lanjut yaitu sinkop, distensi abdomen, edema ekstremitas bawah karena terjadinya kegagalan ventrikel kanan. Pemeriksaan fisik tentunya memiliki peranan penting dalam mendiagnosis hipertensi pulmonal. Murmur ejeksi midsistolik, lifting pada parasternal kiri, bunyi S4 pada ventrikel kanan, peningkatan gelombang “a” jugular sering ditemui pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan EKG sering ditemukan p pulmonal, deviasi aksis ke kanan, hipertrofi ventrikel kanan, strain ventrikel kanan, right bundle branch block, dan pemanjangan seemen QTc. Gambaran hipertrofi ventrikel kanan memiliki sensitiviatas 55% dan spesivisitas 70% untuk penapisan pasien dengan hipertensi pulmonal. Temuan radiografi pada hipertensi pulmonal adalah pembesaran hilus dan arteri utama, pruning, dan pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Gambaran ekokardiografi hipertensi pulmonal adalah pembesaran atrium kanan, pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan, ruang jantung kiri kecil dan kurang terisi, pendataran septum interventrikel atau gerakan paradoks dari septum interventrikuler, regurgitasi trikuspid dengan peningkatan velositas dan penurunan TAPSE ( Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion).1

MRI kardiak dapat memberikan penilaian yang sangat baik terhadap fungsi ventrikel kanan. Sebagai respon terhadap hipertensi pulmonal terjadi dilatasi ventrikel kanan, penurunanan fungsi sistolik dan volume sekuncup. Kateterisasi jantung kanan diperlukan untuk memastikan diagnosis hipertensi pulmonal dan CTEPH menilai gangguan hemodinamik dan melakukan tes vasoreaktivitas pada sirkulasi paru jika diperlukan.1

Pengobatan hipertensi pulmonal telah berkembang pada dekade akhir ini. Hal terpenting dalam perawatan pasien hipertensi pulmonal adalah konseling dan edukasi mengenai kondisi penyakit itu sendiri. Tujuan pengobatan saat ini adalah memperbaiki gejala, memperbaiki kapasitas latihan fungsi ventrikel kanan dan hemodinamika. Untuk pilihan olahraga yang disarankan adalah olahraga yang bersifat aerobik, diet restriksi natrium (<2400 mg/hari). Pada pasien dengan gagal ventrikel kanan dianjurkan untuk mengatur status volume tubuh. Persalinan dan post-partum merupakan kondisi yang mengancam jiwa pada pasien dengan hipertensi pulmonal dengan mortalitas sekitar 30-50%. Namun, laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa keluaran pasien  hipertensi kehamilan dengan kehamilan membaik, terutama pada pasien dengan kondisi yang terkontrol baik dan yang merupakan responder dari terapi antagonis kalsium. Terapi yang dapat digunakan untuk memperbaiki gejala pada pasien dengan hipertensi pulmonal diantaranya antagonis kalsium, prostanoid, antagonis reseptor endotelin, dan inhibitor fosfodiesterase. Terapi intervensi seperti septostomi dapat dilakukan dengan tujuan perbaikan penghantaran oksigen sistemik berdasarkan perbaikan curah jantung, sedangkan transplantasi paru atau jantung-paru yang pada umumnya dilakukan jika disfungsi ventrikel kanan sangat berat atau adanya penyakit jantung bawaan yang kompleks.1

Meskipun kesadaran akan hipertensi pulmonal di masyarakat meningkat, masih sering terjadi keterlambatan diagnosis hipertensi pulmonal meskipun gejala awal sudah muncul. Walaupun pengetahuan mengenai epidemiologi dan pafofisiologi hipertensi pulmonal meningkat dengan pesat dalam 20 tahun terakhir ini, hipertensi pulmonal masih merupakan penyakit jantung dengan tingkat survival yang rendah. Oleh karena itu, masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum memiliki jawaban pada penyakit ini yang tentunya membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengurangi gejala dan meningkatkan survival rate di masa yang mendatang3

 

Referensi:

1.    Yovie K. Hipertensi Pulmoner. Buku Ajar Kardiovaskular FKUI. Jakarta. 2nd Edition. Jakarta: Sagung Seto; 2017

2.    Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Deteksi Dini Hipertensi Pulmonal. Jakarta: 2018.

3.    Nazzareno G, Marc H, Vachiery JL, Simon G, Iren L, et al. 2015 ESC/ERS Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary hypertension – web addenda. European Heart Journal. doi:10.1093/eurheartj/ehv317.